Minggu, 17 Agustus 2014


Hari Kelahiran Proklamator RI Mohammad Hatta.

Mohammad Hatta dilahirkan di Bukittinggi, kota yang terletak di kaki gunung Merapi dan Singgalang pada 12 Agustus 1902. Sebagaimana panggilan umum pada masa perjua
ngan kemerdekaan ia lebih akrab disapa Bung Hatta.

Perannya bukan cuma sebatas salah seorang Proklamator Kemerdekaan Indonesia dan Wakil Presiden pertama Republik Indonesia. Lebih dari itu Bung Hatta juga diakui sebagai perumus beberapa pasal Undang-undang Dasar 1945, konseptor ekonomi kerakyatan dan koperasi Indonesia.

Sejak berumur delapan bulan, ayahnya yang bernama Haji Muhammad Djamil meninggal dunia dalam usia 30 tahun. Dari garis keturunan ayahnya Hatta berasal dari keluarga ulama di Batuhampar - terletak 16 kilometer dari Bukittinggi. Meski demikian ayahnya lebih banyak aktif dalam bidang usaha. Bahkan kakeknya, Syaikh Abdurrahman, yang juga dikenal dengan sebutan syaikh nan tuo, memimpin Surau (semacam pondok pesantren dimasa sekarang) Batuhampar yang cukup dikenal dan menjadi pusat pengajian tarikat (naqsyabandi).

Pada pertengahan abad ke 19 Bukittinggi menjadi kota tujuan santri dari pelbagai penjuru tanah air dan Semenanjung Malaya yang ingin memperdalam ilmu agama. Sementara pihak ibunya, Siti Saleha, dikenal sebagai keluarga yang banyak bergerak dalam usaha perdagangan. Kakeknya (ayah dari ibunya), Ilyas gelar Bagindo Marah, mempunyai hubungan dagang sampai ke Sawahlunto dan Lubuk Sikaping, yang juga menyelenggarakan hubungan kuda pos antara Bukittinggi dan Lubuk Sikaping tiga kali seminggu.

Sepeninggalan Muhammad Djamil, ibunya menikah kembali dengan Mas Agus Haji Ning, seorang pedagang asal Palembang. Hubungan Hatta dengan ayah tirinya ini sangat dekat sampai-sampai ia mengira Haji Ning adalah ayah kandungnya. Namun meski akhirnya Hatta mengetahui Haji Ning adalah ayah tirinya pada usia 10 tahun, hal itu tidak merenggangkan hubungan keduanya. Masa kecil Hatta dilalui sebagaimana lazimnya anak- anak pada masa itu di kampung halamannya ; bermain, sekolah dan mengaji. Ia hanya belajar dua tahun di Sekolah Rakyat di Bukittinggi sampai pindah ke Europese Lagere School (ELS -sekolah dasar untuk orang Eropa) di kota yang sama dan kemudian pindah ke ELS Padang mulai kelas 5 sampai 7.

Setamat ELS tahun 1917, Hatta bermaksud melanjutkan ke Hogere Burger School (HBS -sekolah menengah Belanda selama lima tahun). Namun karena HBS hanya ada di Jakarta dan ibunya keberatan putranya yang baru berusia 14-15 tahun itu untuk pindah, Hatta beralih sekolah ke MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs -sekolah menengah pertama) Padang.

Sejak sekolah di Bukittinggi itu Hatta mulai belajar bahasa Inggris dan Perancis secara privat. Disamping itu, Hatta juga berguru agama kepada guru-guru yang berpandangan luas dan maju. Haji Muhammad Djamil Djambek mengajarnya selama di Bukittinggi, sedang Haji Abdullah Ahmad mulai mengasuh Hatta setelah sekolah di MULO Padang. Sejak di MULO, Hatta sudah aktif dalam kegiatan Jong Sumatranen Bond (JBS -Perkumpulan Pemuda Sumatra) sebagai bendahara, dan setahun kemudian merangkap sekretaris dan bendahara JBS cabang Padang.

Sejak itulah kesadaran bermasyarakat dan politik Hatta tumbuh dan berkembang, terutama lewat pertemuan dan pergaulannya dengan sejumlah tokoh seperti Sutan Said Ali (tokoh lokal yang kemudian dibuang ke Digul) dan Abdoel Moeis (dari Sarekat Islam Jakarta).

Setamat MULO tahun 1919, akhirnya Hatta pindah juga ke Jakarta melanjutkan ke Prins Hendrik Handels School (Sekolah Dagang Prins Hendrik). Hatta menyelesaikan sekolah ini dengan prestasi ranking ketiga tahun 1921. Tentu saja selain belajar, Hatta juga semakin intensif bergaul dengan sejumlah tokoh pergerakan nasional, seperti Haji Agus Salim dan Abdoel Moeis. Dalam posisinya sebagai bendahara JBS tingkat pusat, Hatta juga rutin menemui tokoh-tokoh terkemuka asal Sumatera yang memberi dukungan dana kepada JBS, seperti Landjumin Datuk Tumenggung dan Sutan Muhammad Zain. 

Dikutip dari : Deliar Nper, Mohammad Hatta Biografi Politik, Jakarta, LP3ES, 1990.

Foto: #HistoryOfThisDay 12 Agustus

Hari Kelahiran Proklamator RI Mohammad Hatta.

Mohammad Hatta dilahirkan di Bukittinggi, kota yang terletak di kaki gunung Merapi dan Singgalang pada 12 Agustus 1902. Sebagaimana panggilan umum pada masa perjuangan kemerdekaan ia lebih akrab disapa Bung Hatta.

Perannya bukan cuma sebatas salah seorang Proklamator Kemerdekaan Indonesia dan Wakil Presiden pertama Republik Indonesia. Lebih dari itu Bung Hatta juga diakui sebagai perumus beberapa pasal Undang-undang Dasar 1945, konseptor ekonomi kerakyatan dan koperasi Indonesia.

Sejak berumur delapan bulan, ayahnya yang bernama Haji Muhammad Djamil meninggal dunia dalam usia 30 tahun. Dari garis keturunan ayahnya Hatta berasal dari keluarga ulama di Batuhampar - terletak 16 kilometer dari Bukittinggi. Meski demikian ayahnya lebih banyak aktif dalam bidang usaha. Bahkan kakeknya, Syaikh Abdurrahman, yang juga dikenal dengan sebutan syaikh nan tuo, memimpin Surau (semacam pondok pesantren dimasa sekarang) Batuhampar yang cukup dikenal dan menjadi pusat pengajian tarikat (naqsyabandi).

Pada pertengahan abad ke 19 Bukittinggi menjadi kota tujuan santri dari pelbagai penjuru tanah air dan Semenanjung Malaya yang ingin memperdalam ilmu agama. Sementara pihak ibunya, Siti Saleha, dikenal sebagai keluarga yang banyak bergerak dalam usaha perdagangan. Kakeknya (ayah dari ibunya), Ilyas gelar Bagindo Marah, mempunyai hubungan dagang sampai ke Sawahlunto dan Lubuk Sikaping, yang juga menyelenggarakan hubungan kuda pos antara Bukittinggi dan Lubuk Sikaping tiga kali seminggu.

Sepeninggalan Muhammad Djamil, ibunya menikah kembali dengan Mas Agus Haji Ning, seorang pedagang asal Palembang. Hubungan Hatta dengan ayah tirinya ini sangat dekat sampai-sampai ia mengira Haji Ning adalah ayah kandungnya. Namun meski akhirnya Hatta mengetahui Haji Ning adalah ayah tirinya pada usia 10 tahun, hal itu tidak merenggangkan hubungan keduanya. Masa kecil Hatta dilalui sebagaimana lazimnya anak- anak pada masa itu di kampung halamannya ; bermain, sekolah dan mengaji. Ia hanya belajar dua tahun di Sekolah Rakyat di Bukittinggi sampai pindah ke Europese Lagere School (ELS -sekolah dasar untuk orang Eropa) di kota yang sama dan kemudian pindah ke ELS Padang mulai kelas 5 sampai 7.

Setamat ELS tahun 1917, Hatta bermaksud melanjutkan ke Hogere Burger School (HBS -sekolah menengah Belanda selama lima tahun). Namun karena HBS hanya ada di Jakarta dan ibunya keberatan putranya yang baru berusia 14-15 tahun itu untuk pindah, Hatta beralih sekolah ke MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs -sekolah menengah pertama) Padang.

Sejak sekolah di Bukittinggi itu Hatta mulai belajar bahasa Inggris dan Perancis secara privat. Disamping itu, Hatta juga berguru agama kepada guru-guru yang berpandangan luas dan maju. Haji Muhammad Djamil Djambek mengajarnya selama di Bukittinggi, sedang Haji Abdullah Ahmad mulai mengasuh Hatta setelah sekolah di MULO Padang. Sejak di MULO, Hatta sudah aktif dalam kegiatan Jong Sumatranen Bond (JBS -Perkumpulan Pemuda Sumatra) sebagai bendahara, dan setahun kemudian merangkap sekretaris dan bendahara JBS cabang Padang.

Sejak itulah kesadaran bermasyarakat dan politik Hatta tumbuh dan berkembang, terutama lewat pertemuan dan pergaulannya dengan sejumlah tokoh seperti Sutan Said Ali (tokoh lokal yang kemudian dibuang ke Digul) dan Abdoel Moeis (dari Sarekat Islam Jakarta).

Setamat MULO tahun 1919, akhirnya Hatta pindah juga ke Jakarta melanjutkan ke Prins Hendrik Handels School (Sekolah Dagang Prins Hendrik). Hatta menyelesaikan sekolah ini dengan prestasi ranking ketiga tahun 1921. Tentu saja selain belajar, Hatta juga semakin intensif bergaul dengan sejumlah tokoh pergerakan nasional, seperti Haji Agus Salim dan Abdoel Moeis. Dalam posisinya sebagai bendahara JBS tingkat pusat, Hatta juga rutin menemui tokoh-tokoh terkemuka asal Sumatera yang memberi dukungan dana kepada JBS, seperti Landjumin Datuk Tumenggung dan Sutan Muhammad Zain. 

Dikutip dari : Deliar Nper, Mohammad Hatta Biografi Politik, Jakarta, LP3ES, 1990.

--RiriSaputra

Tidak ada komentar:

Posting Komentar